“ PERAN
BANK INDONESIA (BI) DALAM PERBANKAN
SYARI’AH ”
SYARI’AH ”
AGUSTINA SAWITRI
10916005123
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
penulis sampaikan kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada
saya. Saya sangat bersyukur karena makalah yang berjudul “ Peran Bank
Indonesia dalam Perbankan Syari’ah” ini dapat terselesaikan dengan baik dan semaksimal mungkin.
Makalah ini disusun berdasarkan bimbingan dari dosen pembimbing dan rekan-rekan
sekalian. Penyusunan makalah ini diharapakan dapat menambah pengetahuan
mahasiswa sebagai materi
kuliah Manajemen Perekonomian Islam.
Saya yakin bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu
saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak sangat saya harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan isi makalah ini.
Pekanbaru, Maret 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ......................................................................................................
i
Daftar Isi
................................................................................................................ ii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
.....................................................................................
1
1.2 Permasalahan
.......................................................................................
1
1.3 Tujuan
.................................................................................................
2
BAB II Pembahasan
2.1 Definsi Bank Sentral
...........................................................................
2.2 Masalah Ekonomi dan Kebutuhan Untuk Membuat
pilihan ....................
2.3 Jenis-Jenis Barang
................................................................................
2.4 Faktor-Faktor Produksi .......................................................................
2.5 Sifat-Sifat Teori Ekonomi
.....................................................................
BAB III PENUTUP ..............................................................................................
3.1
Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sejalan
dengan tugas pokok dan peran Bank Indonesia serta arahan umum kebijakan di
bidang perbankan yang telah disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia pada awal
tahun 2010, selama tahun 2010 telah
dilaksanakan berbagai kegiatan terkait dengan penelitian, pengembangan, pengaturan dan pengawasan
perbankan syariah. Pelaksanaan kebijakan dibidang perbankan syariah selain
mengacu kepada kebijakan umum dibidang perbankan juga memperhatikan arahan dan
kebijakan khusus terkait dengan perbankan syariah yang merupakan sub-sektor
perbankan yang masih perlu didorong agar dapat bertumbuh lebih cepat agar peran
dan konstribusinya dalam mencapai sasaran kebijakan dibidang perbankan dan
kebijakan Bank Indonesia secara umum dapat lebih besar.
Dalam
tahun 2010, secara umum Bank Indonesia telah menetapkan sejumlah arah kebijakan
dibidang perbankan dengan pendekatan insentif dan disinsentif. Hal ini antara lain mencakup peningkatan
ketahanan sistem perbankan yang perlu ditempuh melalui penguatan pengaturan,
pemantapan sistem pengawasan bank,
penataan kembali tingkat kompetisi di industri perbankan Indonesia, serta
pendalaman pasar keuangan. Selain itu upaya untuk mendorong peningkatan
intermediasi perbankan melalui penyempurnaan peraturan dan penyediaan
infrastruktur pendukung. Secara spesifik kebijakan untuk perbankan syariah dalam
tahun 2010 diarahkan untuk meningkatkan peran perbankan syariah terhadap
perekonomian nasional dan penguatan ketahanannya. Kebijakan untuk perbankan
syariah ini diupayakan dengan meningkatkan insentif untuk mendorong peningkatan
modal, memfasilitasi pengembangan unit
usaha syariah dan anak perusahaannya, serta memfasilitasi terpenuhinya
kebutuhan SDM perbankan syariah yang kompeten.
Sejumlah
kegiatan yang merupakan implementasi arah kebijakan tahun 2010 dibidang
perbankan syariah dilaksanakan oleh Bank Indonesia, khususnya Direktorat
Perbankan Syariah dengan mencakup berbagai kegiatan dalam bidang penelitian,
pengaturan dan pengembangan, perizinan, dan pengawasan perbankan syariah
sebagaimana dijelaskan secara ringkas pada bagian dibawah ini. Seluruh kegiatan
tersebut dilakukan sebagai satu kesatuan dalam upaya mengembangkan perbankan
syariah yang efisien, prudent dan sejalan dengan prinsip syariah.
1.2 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
a. Bank Indonesia (BI)
b. Bank Syari’ah
c. Peran BI dalam Perbankan Syari’ah
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi dan melaksanakan tugas terstruktur/ mandiri pada mata kuliah
“Manajemen Perbankan Islam”. Namun bukan hanya itu saja, tujuan dalam makalah
inin juga untuk mengetahui tentang Bagaimana Peran Bank Indonesia dalam
Perbankan Syari’ah.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Bank Sentral / Bank Indonesia (BI)
A.
Pengertian Bank Sentral
Bank sentral di
suatu negara, pada umumnya adalah sebuah instansi yang bertanggung
jawab atas kebijakan moneter di wilayah negara tersebut. Bank Sentral berusaha
untuk menjaga stabilitas nilai mata uang, stabilitas sektor perbankan, dan
sistem finansial secara keseluruhan.
Di Indonesia, fungsi bank sentral diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
Di Indonesia, fungsi bank sentral diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
Bank sentral adalah suatu institusi
yang bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas harga atau nilai suatu
mata uang
yang berlaku di negara
tersebut, yang dalam hal ini dikenal dengan istilah inflasi
atau naiknya harga-harga yang dalam arti lain turunnya suatu nilai uang. Bank
Sentral menjaga agar tingkat inflasi terkendali dan selalu berada pada nilai
yang serendah mungkin atau pada posisi yang optimal bagi perekonomian (low/zero
inflation), dengan mengontrol keseimbangan jumlah uang dan barang. Apabila
jumlah uang yang beredar terlalu banyak maka bank sentral dengan menggunakan
instrumen dan otoritas yang dimilikinya. Apabila
jumlah uang yang beredar terlalu banyak maka Bank Sentral dengan menggunakan
instrumen antara lain namun tidak terbatas pada base money, suku bunga, giro
wajib minimum mencoba menyesuaikan jumlah uang beredar sehingga tidak
berlebihan dan cukup untuk menggerakkan roda perekonomian.
Undang- undang yang mengatur Bank Indonesia
adalah UURI No. 3 THN 2004 perubahan atas UURI No. 23 Thn 1999 tentang Bank
Indonesia. Bank sentral merupakan pelaksanaan kebijakan moneter ditetapkan
pemerintah. Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut :
a) Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
Bank Indonesia melakukan pengadilan moneter dengan cara:
1. Operasi pasar terbuka dipasar uang, baik rupiah/ valuta asing.
2. Penetapan tingkat diskonto
3. Penetapan cadangan wajib minimum.
4. mengatur kredit atau pembiayaan.
b) Bank Indonesia mengatur dan menjaga kelancaran system pembayaran . Bank Indonesia berwenang:
1. Menganjurkan persetujuan atas pelaksanaan jasa sisitem pembayaran.
2. Wajib atas penyelenggaraan jasa sisitem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatan.
3. Penggunaan alat pembayaran harus ditetapkan.
Bank Indonesia mengatur dan mngawasi Bank- Bank yang ada Serta menetapkan peraturan, memberikan, dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari Bank.
Dalam bidang perbankkan & perkreditan, tugas Bank Indonesia adalah:
1. Meningkatkan perkembangan yang baik dari urusan kredit& perbankkan.
2. Mengadakan pengawasan terhadap urusan kredit.
3. Membina perbankkan.
4. Meminta laporan dan memeriksa aktivitas bank- bank.
Dalam bidang hubungan keuangan dengan pemerintah, Tugas BI adalah:
5. Sebagai pemegang kas pemerintah.
6. melaksanakan pemindahan uang untuk pemerintah diseluruh wilayah RI.
a) Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
Bank Indonesia melakukan pengadilan moneter dengan cara:
1. Operasi pasar terbuka dipasar uang, baik rupiah/ valuta asing.
2. Penetapan tingkat diskonto
3. Penetapan cadangan wajib minimum.
4. mengatur kredit atau pembiayaan.
b) Bank Indonesia mengatur dan menjaga kelancaran system pembayaran . Bank Indonesia berwenang:
1. Menganjurkan persetujuan atas pelaksanaan jasa sisitem pembayaran.
2. Wajib atas penyelenggaraan jasa sisitem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatan.
3. Penggunaan alat pembayaran harus ditetapkan.
Bank Indonesia mengatur dan mngawasi Bank- Bank yang ada Serta menetapkan peraturan, memberikan, dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari Bank.
Dalam bidang perbankkan & perkreditan, tugas Bank Indonesia adalah:
1. Meningkatkan perkembangan yang baik dari urusan kredit& perbankkan.
2. Mengadakan pengawasan terhadap urusan kredit.
3. Membina perbankkan.
4. Meminta laporan dan memeriksa aktivitas bank- bank.
Dalam bidang hubungan keuangan dengan pemerintah, Tugas BI adalah:
5. Sebagai pemegang kas pemerintah.
6. melaksanakan pemindahan uang untuk pemerintah diseluruh wilayah RI.
B. Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.
2.2 Bank Syari’ah
Perbankan
syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan
berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh
larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau
yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang
dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman
haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin
oleh sistem perbankan konvensional.
a. Visi dan Misi Bank Syariah
Adapun
Visi dan misi dari kegiatan pengembangan perbankan syariah adalah :
“Terwujudnya sistem perbankan
syariah yang kompetitif, efisien, dan memenuhi prinsip kehati-hatian serta
mampu mendukung sektor riil secara nyata melalui kegiatan pembiayaan berbasis
bagi hasil dan transaksi riil dalam kerangka keadilan, tolong menolong dan
menuju kebaikan guna mencapai kemaslahatan masyarakat”
b. Karakteristik Bank Syariah
Karakteristik Bank Syariah :
- Universal Bank Syariah adalah untuk setiap orang, tanpa memandang perbedaan kemampuan ekonomi maupun perbedaan agama
- Adil Memberikan sesuatu hanya kepada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya
- melarang adanya masyir (unsur spekulasi atau untung-untungan), gharar (ketidakjelasan), haram, dan riba.
- Transparan Dalam kegiatannya, bank syariah sangat terbuka bagi seluruh lapisan masyrakat.
- Seimbang Mengembangkan sektor keuangan melalui aktivitas perbankan syariah yang mencakup pengembangan sektor riil danUMKM.
- Maslahat Bermanfaat dan membawa kebaikan bagi seluruh aspek kehidupan. Variatif Produk bervariasi mula idari tabungan haji dan umrah, tabungan umum, giro, deposito, pembiayaan yang berbasis bagi hasil, jual beli dan sewa,sampai pada produk jasa kustodian, jasa transfer dan jasa pembayaran (debit card, syariah charge).
- Memiliki Fasilitas Penerimaan dan penyaluran zakat, infaq, sedekah, waqaf, dana kebajikan (qard), memiliki fasilitas ATM, mobile banking, internet banking dan inter-koneksi antar bank syariah. (aml)
c. Prinsip Perbankan Syariah
Prinsip
syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak
lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut
oleh sistem perbankan syariah antara lain :
- Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
- Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
- Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
- Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
- Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
d. Sasaran Perbankan Syariah
Bank Indonesia telah menentukan sasaran yang
realistis untuk mewujudkan visi yang sudah dicanangkan. Sasaran ini
dibuat dengan mempertimbangkan kondisi aktual, termasuk: faktorfaktor yang
berpengaruh dan kecenderungan yang akan membentuk industri di masa yang akan
datang manfaat dan tantangan yang ada, serta kelebihan dan keterbatasan dari pelaku
industri dan stakeholders lainnya.
e. Aspek Hukum Perbankan Syariah di
Indonesia
Sebagaimana
disampaikan diatas, perbankan syariah di Indonesia berjalan cukup menjanjikan
walau geraknya tidak secepat perbankan konvensional, hal ini akibat dari sistem
dan perangkat hukum yang mendukung perbankan syariah tidak memberikan ruang
yang seluas-luasnya bagi perbankan syariah untuk berkembang. Kita bisa melihat
sebelum adanya revisi terhadap undang-undanga perbankan atau munculnya UU No 10
tahun 1998 tentang perbankan, tidak ada perangkat hukum yang mendukung sistim
operasional bank syariah, kecuali UU No 7 Tahun 1992 dan PP No 72 Tahun 1992.
Dalam UU No 7 Tahun 1992 itu keberadaan perbankan syariah dipahami sebagai bank
bagi hasil serta perbankan syariah harus tunduk kepada peraturan perbankan umum
yang biasa kita sebut bank konvensional.
Setelah
adanya revisi terhadap paraturan perundang-undangan perbankan yaitu munculnya
UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan terhadap UU No. 7 tahun 1992 tentang
Perbankan, disebutkan bahwa Bank Syariah adalah Bank Umum yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dalam menjalankan aktivitasnya, Bank Syariah
menganut prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Prinsip Keadilan
Prinsip ini tercermin dari penerapan
imbalan atas dasar bagi hasil dan pengambilan margin keuntungan yang disepakati
bersama antara Bank dengan Nasabah.
2. Prinsip Kesederajatan
Bank Syariah menempatkan nasabah
penyimpan dana, nasabah pengguna dana, maupun Bank pada kedudukan yang sama dan
sederajat. Hal ini tercermin dalam hak, kewajiban, risiko, dan keuntungan yang
berimbang antara nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana, maupun Bank.
3. Prinsip Ketentraman
Produk-produk Bank Syariah telah
sesuai dengan prinsip dan kaidah Muamalah Islam, antara lain tidak adanya unsur
riba serta penerapan zakat harta. Dengan demikian, nasabah akan merasakan
ketentraman lahir maupun batin.
Pelaksanaan prinsip-prinsip di atas
lah yang merupakan pembeda utama antara bank syariah dengan bank konvensional
Bank Syari’ah / Islam dalam sistem
perbankan Indonesia secara formal telah dikembangkan sejak tahun 1992 sejalan
dengan diberlakukannya UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Namun demikian, UU
tersebut belum memberi landasan hukum yang kuat terhadap pengembangan bank
Syari’ah karena belum secara tegas mengatur keberadaan bank berdasarkan prinsip
Syari’ah melainkan Bank Bagi Hasil. Pengertian Bank Bagi Hasil yang dimaksudkan
dalam UU Perbankan No. 7 Tahun 1992 belum mencakup secara tetap pengertian Bank
Syariah yang memiliki cakupan lebih luas dari bagi hasil. Demikian pula dengan
ketentuan operasional, hingga tahun 1998 belum terdapat ketentuan operasional
yang lengkap yang secara khusus mengatur kegiatan usaha Bank Syariah. Pada
pasal 6 huruf (m) dan pasal (e) tidak disebutkan Bank Syari’ah (Syariah), akan
tetapi hanya Bank Bagi Hasil. Kemudian peraturan ini ditindaklanjuti dengan PP
No. 72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil.
Pemberlakuan UU Perbankan No. 10
tahun 1998 yang mengubah UU No. 7 tahun 1992 yang diikuti dengan dikeluarkannya
sejumlah ketentuan pelaksanan dalam bentuk SK Direksi BI/Peraturan Bank
Indonesia, telah memberi landasan hukum yang lebih kuat dan kesempatan yang
lebih luas lagi bagi pengembangan perbankan Syari’ah di Indonesia.
Perundang-undangan tersebut memberi kesempatan yang luas untuk pengembangan
jaringan perbankan Syari’ah antara lain melalui ijin pembukaan Kantor Cabang
Syari’ah (KCS) oleh bank konvensional. Dengan kata lain, Bank Umum dimungkinkan
untuk menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan sekaligus dapat
melakukannya berdasarkan prinsip syariah
UU No.10 tahun 1998 di atas menjadi
dasar hukum penerapan Dual Banking System di Indonesia, efek dari hal
tersebut adalah perbankan syariah tidak berdiri sendiri(mandiri), sehingga
dalam operasionalisasinya masih menginduk kepada bank konvensional. Bila
demikian adanya perbankan syariah hanya menjadi salah satu bagian dari program pengembangan
bank konvensional.
f. Kendala Bank Syari’ah
- Kendala-Kendala Fiqh
Adanya
perbedaan pandangan di kalangan ulama Indonesia mengenai bunga yang secara
garis besar terbagi pada tiga pendapat yaitu; halal, syubhat, dan haram. Hal
ini sangat menentukan respon masyarakat terhadap bank Syari’ah. Umar Syihab,
salah seorang ulama NU (Nahdatul Ulama) sebagai representasi ulama berpendapat
bahwa bunga bank adalah halal, didasarkan pendapatnya pada beberapa alasan.
Pertama, jumlah bunga uang yang dipungut dan diberikan oleh bank kepada nasabah
jauh lebih kecil dibandingkan dengan riba yang diberlakukan di jaman jahiliyah.
Kedua, pemungut bunga bank tidak membuat bank itu sendiri dan nasabahnya
memperoleh keuntungan besar atau sebaliknya tidak akan merasa dirugikan dengan
pemberian bunga. Ketiga, tujuan pengambilan kredit dari debitor pada jaman
jahiliyah adalah untuk konsumsi, sementara pada saat ini bertujuan produktif.
Keempat, adanya kerelaan antara kedua belah pihak yang bertransaksi sebagaimana
halnya kebolehan dalam jual-beli dengan asas kerelaan (Umar Syihab, 1996, pp.
1270).
Sementara
itu Majelas Tarjih Muhammadiyah memutuskan bahwa bunga bank yang diberikan oleh
bank milik negara kepada nasabahnya, atau sebaliknya selama berlaku termasuk ke
dalam perkara syubhat. Akan tetapi dari faktor tersebut, hanya menyinggung
bunga bank yang diberikan oleh bank negara, dengan menyatakan bahwa bunga yang
diberikan oleh negara diperbolehkan, karena bunga yang diberikan masih
tergolong rendah, jika dibandingkan dengan bunga pada bank swasta (Rifyal
Ka’bah, 2001, pp. 63).
2.
Problem Hukum
Kendala
hukum yang dialami perbankan syariah di Indonesia ialah, Pengadilan Negeri
tidak menggunakan syari’ah sebagai landasan hukum bagi penyelesaian perkara,
sedangkan wewenang Pengadilan Agama telah dibatasi UU No. 7 Tahun 1989.
Institusi ini hanya dapat memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang
menyangkut perkawinan, warisan, waqaf, hibah, dan sedekah. Pengadilan Agama
tidak dapat memeriksa perkara-perkara di luar kelima bidang tersebut.
Berdasarkan latar belakang di atas, kepentingan untuk membentuk lembaga
permanen yang berfungsi untuk menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa
perdata di antara bank-bank Syari’ah dengan para nasabah sudah sangat mendesak,
maka didirikan suatu lembaga yang mengatur hukum materi dan/atau berdasarkan
prinsip syari’ah.
3. Rendahnya Sosialisasi Perbankan
Syari’ah
Isu
sentral yang sering kita dengar adalah bahwa pemahaman masyarakat mengenai
sistem, prinsip pelayanan dan produk perbankan yang berdasarkan syari’ah Islam
sebagian besar masih kurang tepat. Hal demikian bukan hanya terdapat pada
masyarakat awam, tetapi juga terjadi pada diri Ulama, Kyai dan Para tokoh
masyarakat lainnya. Meskipun sistem ekonomi Islam telah jelas dan mudah
dipahami, yaitu melarang menggandakan uang secara tidak produktif dan
konsentrasi kekayaan pada satu pihak dan secara tidak adil. Namun secara
praktis bentuk produk dan pelayanan jasa, prinsip-prinsip dasar hubungan antara
bank dengan nasabah, serta cara-cara berusaha yang halal dalam bank Syari’ah
masih terasa awam dan belum dipahami secara benar (Bank Indonesia, Oktober
2001, pp. 6).
Kesan umum
yang ditangkap oleh masyarakat tentang bank Syari’ah: 1) bank Syari’ah identik
dengan bank dengan sistem bagi hasil, 2) Bank Syari’ah adalah bank yang Islami,
sebagian masyarakat ada yang menyatakan bahwa bank Syari’ah secara eksklusif
hanya khusus untuk umat Islam.
Menurut
penulis bahwa kegiatan sosialisasi perbankan Syari’ah amat diperlukan dalam
rangka penyebarluasan informasi dan meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai
perbankan Syari’ah. Hal ini dapat dilakukan secara terus-menerus dengan cara
tatap muka dengan para bankir, alim ulama, pemuka masyarakat, pengusaha,
akademisi dan masyarakat secara umum. Di masa mendatang bentuk kegiatan
sosialisasi diharapkan dapat lebih beragam dengan menggunakan berbagai media
massa dan bekerja sama dengan pihak-pihak yang memiliki akses kepada masyarakat
luas.
4. Kendala-kendala
Operasional
Kurangnya
SDM dan Keahlian: kendala di bidang sumber daya manusia dalam pengembangan
perbankan Syari’ah antara lain disebabkan oleh karena sistem perbankan Syari’ah
masih belum lama dikembangkan di Indonesia. Di samping itu lembaga akademi dan
pelatihan di bidang ini masih terbatas, sehingga tenaga terdidik dan pengalaman
di bidang perbankan Syari’ah baik dari sisi bank pelaksana maupun dari bank
sentral masih terasa kurang. (Bank Indonesia, Oktober 2001, pp. 7)
1.3
Peran BI dalam Perbankan Syari’ah
Peran
pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia berperan sangat strategis dalam
pengembangan bank, termasuk perbankan syari’ah. Dalam pasal 29 ayat (1)
disebutkan : “Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia”,
bukan hanya sebagai Pembina dan pengawas saja peran bank Indonesia tapi juga
sebagai pemeriksa terhadap bank, termasuk bank syari’ah. Dalam pasal 31 ayat
(1) dijelaskna bahwa “ Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank, baik
secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan”.
Bank
Indonesia telah menetapkan visi dan misi perbankan syari’ah dan mencanangkan
strategi untuk mencapai sasaran pengembangan secara obyektif paradigma
kebijakan yang dapat diterapkan secara konsisten, yaitu:
(a) market driven, pertumbuhan berdasarkan
kebutuhan pasar,
(b) fair treatment, membangun persaingan industri yang
sehat berdasarkan karakteristik perbankan syari’ah dan bukan
memberikan perlakuan khusus berdasarkan argument infan industry,
(c) Gradual and
sustainable approach, prioritas dan focus pengembangan berdasarkan situasi dan
kondisi serta dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan,
(d) comply to sharia principle, pengaturan industry
dan pengembangan infrastruktur yang sesuai dengan prinsip syari’ah.
Pelaksanaan pengembangan secara obyektif paradigm
kebijakan dimaksud, pada dasarnya dibagi ke dalam 4 (empat) focus area
pengembangan yang berdasarkan kerangka waktu dalam tiga tahapan periode
pencapaian. Empat focus utama dimaksud, mencakup kepatuhan pada prinsip
syari’ah, prinsip kehati-hatian dalam beroperasi, efesiensi operasional dan
daya saing serta kestabilan system perbankan.
Tujuan dari proses pentahapan dimaksud, agar
perkembangan system perbankan syari’ah dapat dilakukan dengan mantap
berkesinambungan dan sesuai dengan permintaan riil.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Bank
sentral adalah suatu institusi
yang bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas harga
atau nilai suatu mata uang
yang berlaku di negara
tersebut, yang dalam hal ini dikenal dengan istilah inflasi
atau naiknya harga-harga yang dalam arti lain turunnya suatu nilai uang. Bank
Sentral menjaga agar tingkat inflasi terkendali dan selalu berada pada nilai
yang serendah mungkin atau pada posisi yang optimal bagi perekonomian (low/zero
inflation), dengan mengontrol keseimbangan jumlah uang dan barang.
Perbankan
syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan
berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh
larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau
yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang
dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi
makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak
dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Peran
pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia berperan sangat strategis dalam
pengembangan bank, termasuk perbankan syari’ah. Dalam pasal 29 ayat (1)
disebutkan : “Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia”,
bukan hanya sebagai Pembina dan pengawas saja peran bank Indonesia tapi juga
sebagai pemeriksa terhadap bank, termasuk bank syari’ah. Dalam pasal 31 ayat
(1) dijelaskna bahwa “ Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank, baik
secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan”.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna untuk penyempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca umumnya, dan bagi Penulis
sendiri khususnya.
DAFTAR
PUSTAKA